-->

Ayo Belajar UROLOGI (SNPPDI 2019

Materi Urologi dengan Google Slide


Materi Urologi berdasarkan SNPDI 2019 (Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter Indonesia):

Daftar masalah:

  • Gangguan frekuensi berkemih (Sering buang air kecil, sedikit buang air kecil, tidak bisa buang air kecil)
  • Tidak buang air kecil / tidak bisa buang air kecil
  • Sedikit Kencing
  • Tidak bisa menahan berkemih
  • Nyeri saat berkemih
  • Anyang-anyangan
  • Buang Air Kecil mengejan
  • Buang Air Kecil tidak lampias
  • Akhir buang air kecil menetes
  • Pancaran air seni menurun
  • Pancaran air seni bercabang
  • Waktu buang air kecil kulup melembung
  • Air seni berubah warna (merah, seperti teh, kuning, keruh)
  • Air seni berbusa
  • Air seni campur tinja
  • Keluar darah dari saluran kemih
  • Ejakulasi berdarah
  • Duh (discharge) dari saluran kemih
  • Kencing dari bagian bawah kemaluan
  • Kemaluan / penis tidak lurus/ bengkok ke bawah
  • Kencing berpasir/batu

Daftar Penyakit dan level kompetensi:

  • Mikropenis 2
  • Hipospadia 2
  • Epispadia 2
  • Testis tidak turun/ kriptorkidismus 2
  • Rectratile testes 2
  • Varikokel 2
  • Hidrokel 2
  • Fimosis 4
  • Parafimosis 3A
  • Spermatokel 2
  • Torsio testis 3B
  • Ruptur uretra 3B
  • Ruptur kandung kencing 3B
  • Ruptur ginjal 3B
  • Karsinoma uroterial 2
  • Seminoma 1
  • Teratoma testis 1 
  • Hiperplasia prostat jinak 3A 
  • Karsinoma prostat 2 
  • Striktura uretra 2 
  • Priapismus 3B 
  • Glomerulonefritis akut 3A
  • Glomerulonefritis kronik 3A
  • Karsinoma sel renal 2
  • Tumor Wilms 2
  • Sindroma nefrotik 3A
  • Kolik renal 3B
  • Ginjal polikistik simtomatik 2
  • Ginjal tapal kuda 1
  • Infeksi saluran kemih 4
  • Uretritis gonore tanpa komplikasi 4 
  • Uretritis gonore dengan komplikasi epididimitis 3A 
  • Uretritis non-gonore tanpa komplikasi 4 
  • Uretritis non-gonore dengan komplikasi epididimitis 3A
  • Gonore 4
  • Chancroid 4
  • Epididimitis 3A
  • Prostatitis 3B
  • Orchitis 3A
  • Pielonefritis tanpa komplikasi 4
  • Batu saluran kemih (vesika urinaria, ureter, uretra) tanpa kolik 3B
  • Acute kidney injury 3A
  • Penyakit ginjal kronik 3A
  • Infertilitas 3A
  • Gangguan ereksi 3A
  • Gangguan ejakulasi 3A

Hiperplasia prostat jinak 3A

IPSS Skor

Tatalaksana

Fimosis 4 dan Parafimosis 3A

Terapi fimosis pada anak-anak tergantung pada pilihan orang tua dan dapat berupa sirkumsisi plastik atau sirkumsisi radikal setelah usia dua tahun. Tujuan sirkumsisi plastik adalah untuk memperluas lingkaran kulit prepusium saat retraksi komplit dengan mempertahankan kulit prepusium secara kosmetik. Kasus dengan komplikasi, seperti ISK berulang atau balloning kulit prepusium saat miksi, sirkumsisi harus segera dilakukan tanpa memperhitungkan usia pasien. Pada fimosis primer, balanoposthitis berulang dan infeksi saluran kemih berulang pada pasien dengan kelainan anatomi merupakan indikasi untuk dilakukan tindakan. Fimosis sekunder merupakan indikasi mutlak untuk sirkumsisi

Terapi parafimosis terdiri dari kompresi manual jaringan yang edematous diikuti dengan usaha untuk menarik kulit prepusium yang tegang melewati glans penis. Jika manuver ini gagal , perlu dilakukan insisi dorsal cincin konstriksi.

Inkontinensia Urin

Inkontinesia urin terbagi menjadi 5:

  • IU tekanan (stress urinary incontinence) → IU yang ditandai dengan keluarnya urin di luar kehendak yang berhubungan dengan meningkatnya tekanan abdomen yang terjadi ketika bersin, batuk, atau tekanan fisik lainnya
  • IU desakan (urgency urinary incontinence) → IU yang ditandai dengan keluarnya urin di luar kehendak yang diawali oleh desakan berkemih
  • IU campuran (mixed urinary incontinence) → IU yang ditandai dengan keluarnya urin di luar kehendak yang diawali dengan desakan berkemih dan juga berkaitan dengan bersin, batuk, atau tekanan fisik lainnya
  • IU luapan (overflow urinary incontinence) Keluarnya urin di luar kehendak yang disebabkan karena luapan urin yang berkaitan oleh sumbatan infravesika atau kelemahan otot detrusor kandung kemih
  • IU terus-menerus / kontinua (continuous urinary incontinence) → Keluarnya urin di luar kehendak secara terus-menerus

IU desakan merupakan salah satu gejala dalam suatu sindrom klinis yang dikenal dengan Overactive bladder (OAB). OAB ditandai dengan desakan kuat untuk berkemih (urgensi), dengan IU desakan (OAB basah) atau tanpa IU desakan (OAB kering). Biasanya disertai dengan sering berkemih di siang (frekuensi) maupun malam hari (nokturia).

Kriptorkidismus 2 / Testis Tidak Turun 2

Kriptorkismus (undesensus testis = UDT) → berasal dari bahasa Yunani yaitu kryptos yang artinya bersembunyi dan orchis yang artinya testis. Terminologi yang berkaitan dengan UDT:

  • Testis retraktil: testis kadang ditemukan di dalam skrotum dan ketika diberi traksi minimal dapat ditarik sampai ke posisi anatomis
  • Kriptorkismus (true undescended testis): testis tidak di dalam posisi anatomis, namun masih terletak di sepanjang jalur normal dan tidak dapat dimanipulasi ke posisi anatomis. Kriptorkismus dapat teraba dan tidak teraba.
  • Testis ektopik: testis tidak ditemukan di dalam skrotum dan tidak berada di jalur normal penurunan testis.
  • Undesensus testis tidak teraba: testis tidak teraba di skrotum maupun di inguinal. Posisi testis mungkin ditemukan di dalam rongga abdomen atau ukuran testis kecil dan tertimbun oleh lemak yang biasa ditemukan pada anak-anak yang obesitas
  • Vanishing testis: suatu kondisi ekstrim dimana testis gagal turun disertai dengan ukuran testis yang kecil dan variatif sampai ke ukuran sisa gonad (gonadal remnants)

Tatalaksana UDT dimulai dari usia 6 bulan, karena setelah usia 6 bulan, UDT jarang turun ke skrotum. Tatalaksana yang memposisikan testis kembali ke skrotum sudah harus selesai dilakukan pada usia 12 bulan atau maksimal usia 18 bulan karena pemeriksaan histologi pada usia tersebut telah menunjukkan kehilangan sel germinal dan sel leydig yang progresif. Pemberian hCG atau GnRH tidak direkomendasikan pada tatalaksana UDT pada pasien dewasa. Walaupun 15-20% testis berhasil turun selama terapi hormonal, seperlima dari persentase tersebut kembali naik. Selain itu, tidak terdapat data jangka panjang penggunaannya serta terdapat kekhawatiran mengenai terapi dengan hCG dapat membahayakan spermatogenesis melalui peningkatan apoptosis pada sel germinal. Oleh karena itu, terapi hormonal tidak dianjurkan lagi saat ini. Angka keberhasilan terapi bedah pada kasus UDT adalah 70-90%.

Ruptur Ginjal 3B

Sistem klasifikasi yang paling umum dari The American Association for the Surgery of Trauma (AAST):
Ruptur 

Referensi:

Dikutip langsung dari:
Ikatan Ahli Urologi Indonesia, 2016. Panduan Penatalaksanaan Urologi Anak di Indonesia
Ikatan Ahli Urologi Indonesia, 2018. Panduan Tata Laksana Inkontinensia Urine pada Dewasa 
Ikatan Ahli Urologi Indonesia, 2022. Panduan Tata Laksana Trauma Urogenital


Click to comment